Minggu, 14 April 2013

PRODUKSI BENIH PISANG DARI RUMPUN IN SITU SECARA KONVENSIONAL



Pisang merupakan tanaman buah utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dengan menempati peringkat teratas konsumsi buah secara nasional. Sifatnya yang adaptif terhadap lingkungan menyebabkan tanaman pisang mempunyai penyebaran yang luas, sedangkan cara budidaya yang mudah menyebabkan tanaman ini mudah dijumpai di setiap pekarangan rumah masyarakat pedesaan di Indoensia. Produksi pisang yang terus menerus sepanjang tahun dapat dimanfaatkan sebagai pengaman pendapatan petani income security, serta kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 25,8% (Direktorat Tanaman Buah, 2005) memungkinkan pisang sebagai bahan pangan alternatif pendamping beras atau sebagai pengaman pangan (foot security). Peluang tersebut mendorong untuk pengembangan budidaya pisang secara luas. Namun demikian, model budidaya skala besar menunjukkan tingginya resiko kegagalan akibat serangan penyakit layu (Hermanto, 2006). Budidaya pisang di pekarangan masih merupakan alternatif yang menjanjikan dan menjadi penyangga produksi pisang selama ini karena adanya mekanisme saling mereduksi efek serangan penyakit dengan sistim tanaman campuran.
Dengan maraknya serangan penyakit layu fusarium dan layu bakteri (Hermanto dkk, 2001; Hermanto, 2006; Kusumoto dkk. 2003), kita harus berhati-hati bila ingin mendatangkan benih pisang dari tempat lain, karena akan meningkatkan resiko kontaminasi penyakit. Oleh karena itu, alternatif untuk menyediakan benih pisang adalah dengan mengoptimalkan rumpun pisang sehat yang telah tersedia di pekarangan (in-situ) untuk dijadikan benih.
Berbagai cara membuat benih pisang telah dikenal baik secara tradisional yang telah turun temurun dilakukan petani, maupun secara kultur jaringan. Walaupun perkembangan benih kultur jaringan cukup pesat namun masih terbatas untuk varietas tertentu asal introduksi yang biasa dikembangkan perkebunan besar dan belum dapat memenuhi kebutuhan varietas lokal yang beragam jumlahnya dan berbeda di masing-masing daerah, sehingga perbanyakan benih secara sederhana dipandang masih layak diterapkan.
Berikut ini disampaikan 4 macam cara produksi benih pisang secara sederhana dengan memanfaatkan bagian rumpun pisang.
ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, tembilang (linggis) bermata lebar, parang, pisau mata runcing dan gembor. Sedangkan bahan yang diperlukan yaitu: media campuran pasir dan kompos/pupuk kandang 1: 1, polybag, air, dan rumpun pisang yang sehat. Dalam satu rumpun tanaman pisang yang lengkap terdapat anggota rumpun yang biasa kita temui yaitu:
  1. Pohon induk, tanaman tertua dalam rumpun yang sedang berbuah.
  2. Tunggul/bonggol, ekas pohon pisang yang ditebang
  3. Anakan rebung, tunas anakan yang panjangnya 20 – 40 cm, belum berdaun
  4. Anakan muda/anakan pedang, tunas anakan berukuran 41-100 cm dan daunnya berbentuk seperti pedang dengan ujung runcing
  5. Anakan dewasa, tunas anakan tinggi > 100 cm, telah memiliki beberapa daun sempurna
  6. Tunas air, berbatang kurus dan panjang dengan diameter batang sama dengan bonggol
Bahan untuk membuat benih pisang. Dari kiri ke kanan: tunggul/ bonggol, anakan rebung, anakan pedang, anakan dewasa, dan tunas air.
Dari kelima bahan diatas, yang disarankan untuk dijadikan benih adalah anakan rebung, anakan pedang, anakan dewasa dan tunggul. Anakan air tidak baik digunakan sebagai bibit karena bonggol serta batangnya kecil dan jelek.

PELAKSANAAN
Ada 4 cara pelaksanaan perbanyakan sesuai dengan jenis bahan/bagian dari rumpun pisang yang digunakan, yaitu:
1.  Anakan langsung
Yaitu bibit pisang yang berasal dari pemisahan anakan untuk langsung ditanam di kebun. Merupakan cara yang umum digunakan oleh petani karena murah dan mudah dilakukan. Bahan yang paling baik digunakan adalah anakan pedang (gambar 2a).
Anakan rebung kurang baik jika ditanam langsung karena bonggolnya masih lunak dan terlalu kecil sehingga mudah kekeringan. Sedangkan anakan dewasa terlalu berat dalam pengangkutan dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan karena telah memiliki daun sempurna. Bibit anakan setelah dipisahkan harus segera ditanam, jika terlambat akan meningkatkan serangan hama penggerek dan kematian di kebun.
Apabila pada saat tanam kekurangan air dalam waktu yang cukup lama, bibit akan layu dan mati bagian batangnya, tetapi bonggol yang tertimbun dalam tanah masih mampu untuk tumbuh dan memulai pertumbuhan kembali membentuk bonggol baru diatas bonggol yang lama (gambar 2b). Oleh karena itu, bila menanam pisang di musim kemarau disarankan berupa bonggol dengan memotong 5 cm diatas leher bonggol dengan cara ditimbun 5 cm dibawah permukaan tanah (gambar 2c).
Gambar 2a. Anakan pedang yang langsung di tanam di lapang

Gambar 2b. Benih yang kekeringan dan mengalami pertumbuhan kembali

Gambar 2c. Menanam bonggol anakan pedang untuk menghindari pengaruh  kekeringan saat tanam

2. Anakan Semai
Bibit yang berasal dari anakan rebung atau anakan yang memiliki bonggol terlalu kecil. Anakan disemai terlebih dahulu dalam kantong plastik atau polybag sebelum ditanam di kebun.
Sebelum disemai, anakan rebung dipotong batangnya 5 cm diatas leher bonggol merata atau berbentuk kerucut. Kemudian bonggol ditanam sedalam leher bonggol dalam polybag yang berisi media tanam (gambar 3). Apabila ingin melakukan sterilisasi, bonggol dapat pula direndam dalam air hangat 55° C selama 15 menit atau perendaman dalam pestisida sesuai anjuran.
Gambar 3. Cara semai anakan rebung
Selama satu bulan pertama, bibit di letakkan di tempat teduh dengan penyinaran 50% dengan perawatan penyiraman secukupnya mempertahankan lembab dan cenderung basah. Pada bulan kedua diletakkan ditempat terbuka, dengan perawatan penyiraman seperti bulan pertama, dan di siram larutan urea 2 gram/liter air setiap 2 minggu sekali. Benih ditanam di kebun pada umur 3-4 bulan setelah semai.
Contoh bibit pisang dengan teknik merusak titik tumbuh (kiri) dan bibit dalam polybag (kanan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar